A.
Pendahuluan
Istilah
filologi berasal dari bahasa latin, yaitu dari kata Philos dan logos,
Philos artinya cinta dan logos artinya kata/ ilmu, jadi secara
harfiah filologi adalah cinta pada kata-kata, dan memang filologi adalah sebuah
ilmu yang berfokus pada kata-kata atau teks. Kata-kata atau teks tersebut
dipertimbangkan, diperbaiki, dibandingkan, dijelaskan asal usulnya, dan
sebagainya sehingga jelas bentuk dan artinya.[1]
Penelitian
atau kajian filologi ini berfokus pada teks dan naskah. Selain dari pada itu,
filologi juga berfungsi untuk menyelidiki kebudayaan suatu bangsa berdasarkan
naskah, sehingga akan mengetahui latar belakang kebudayaan yang menghasilkan
karya sastra tersebut seperti kepercayaan, agama, adat istiadat dan pandangan
hidup suatu bangsa.[2]
Sedangkan
sejarah berasal dari istilah bahasa arab, yaitu dari kata syajarah yang
artinya pohon, syajarah an-nasab artinya pohon silsilah. Sejarah menurut
bahasa Inggris disebut dengan history sedangkan dalam bahasa latin
disebut dengan historia.[3]
Sejarah adalah ilmu mengenai manusia dalam ruang (peristiwa) dan waktu. Sejarah
adalah rekontruksi masa lalu. Sejarah yang sebagai ilmu mempunyai prosedur atau
cara kerja penelitian ilmiah yang bersumber pada fakta.
B.
Rumusan Masalah
Dari
uraian diatas, maka masalah yang akan diangkat dari penulisan artikel ini
adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana hubungan filologi dan sejarah ?
2.
Bagaimana memamfaatkan hasil penelitian filologi
kepada sejarah ?
C.
Metode
Dalam
penulisan artikel ini menggunakan metode deskriptif-analisis menggunakan studi
pustaka berupa buku-buku.
D.
Pembahasan
1.
Hubungan Filologi dan Sejarah
Ada
dua tokoh sarjana yang mengkaji hubungan antara filologi dan sejarah khususnya
sejarah di Nusantara atau Indonesia yaitu Husein Djajadiningrat dan J. L. A
Brandes, kedua tokoh tersebut banyak meletakan landasan bagi pengkajian
naskah-naskah lama Nusantara dalam penelitian sejarah.
Husen
Djajadiningrat adalah seorang sarjana pribumi pertama yang berhasil
meneyelsaikan gelar doktor dengan hasil yang baik di Universitas Leiden, dia
lahir 08 Desember 1886 di Kramat Waku Banten. Husen Djajadiningrat ini pernah
diasuh oleh Scnouck Hurgronje sepeninggalan ayahnya, Husen ini di sekolahkan ke
Batavia dan dikuliahkan ke negeri Belanda pada jurusan bahasa dan sastra
Indonesia di Universitas Leiden, disertasinya berjudul Cristische
Beschouwing van de Sadjarah Banten (Tinjauan Kritis atas Sadjarah Banten).
Pada tulisan yang lain yang berjudul Local Traditions and the Study of
Indonesian History (1995). Husen Djajadiningrat menyebutkan pentingnya
pengelolaan sastra sejarah dari sudut filologi dan sudut sejarah. Karya sastra
sejarah semacam babad tidak bisa dibuang begitu saja sebagai sesuatu yang tidak
bernilai sejarah. Dalam karyanya tersebut, dia menggali hubungan antara sejarah
dan filologi, atau peran filologi dalam pengkajian sejarah. Hal ini dikarenakan
naskah-naskah lama mengandung informasi yang penting mengenai hasil budaya
manusia pada masa lalu.
Ada
beberapa pemikiran Husein Djajadiningrat mengenai hubungan antara kajian naskah
(filologi) dengan sejarah, yaitu[4]:
a.
Karya sejarah sastra, menurut Husein berfungsi
membantu mengungkap sejarah itu sendiri. Sebagai contoh nisan Malik al-Saleh
hanya berupa prasasti kuburan, nisan ini tidak bisa mengungkapkan keterangan
mengenai identitas Malik al-Saleh. Sebagai pelengkap bukti sejarah tersebut
perlu diungkap dan dicari dalam naskah-naskah lama melalui kajian filologi
terhadap naskah hikayat raja-raja melayu.Hal ini berarti bahwa informasi lebih
jauh tentang tokoh Malik al-Saleh dapat dicari melalui tradisi lokal melalui
naskah. Dengan demikian untuk keperluan rekontruksi sejarah, naskah lama
diperlukan untuk melengkapi fakta sejarah.
b.
Adanya unsur simbolisme dalam memahami sejarah
Nusantara. Dalam naskah-naskah Nusantara, sering kali terdapat simbol-simbol
tertentu untuk menunjukan peristiwa sejarah. Sebagai contoh adanya kronogram
atau condrasengkala runtuhnya kerajaan Majapahit yaitu sirna ilang kertaning
bumi. Tulisan yang terdapat Babad Tanah Jawi yang berarti pada tahun
1400 shaka (1478 M) ini oleh para ahli kebudayaan Jawa sering dipandang secara
simbolis mengenai runtuhnya kerajaan Majapahit.
c.
Naskah karya sastra sejarah yang ditulis mendekati
peristiwa yang terjadi berarti semakin dapat dipercaya. Husein memberikan
contoh Babad Dipanegara. Menurut Husein, babad ini sudah dianggap
sebagai sumber sejarah karena ditulis oleh Dipanegara sendiri sehingga isinya
sangat akurat.
d.
Dalam menggunakan naskah karya sastra sejarah sebagai
sumber sejarah dapat dilakukan dengan membandingkan atau membuktikan dengan
sumber-sumber lain yang sejaman.
Itulah
pemikiran Husein Djajadiningat mengenai hubungan antara filologi dan sejarah.
Selanjutnya ada tokoh yang juga membahas mengenai hubungan kedua disiplin ilmu
tersebut yaitu J. L. A Brandes. Brandes adalah seorang ahli bahasa dan sastra
Nusantara berkebangsaan Belanda, karya beliau yang membahas mengenai hubungan
filologi dan sejarah adalah karangannya yang berjudul Iets over een ouderen
Dipanegara in verband met een prototype van de voorspellingen van Djajabaja (Sesuatu
tentang seorang Dipanegara lama dalam hubungannya dengan sesuatu prototype
ramalan Djajabaya). Tulisan Brandes ini mengkaji tentang makna dan fungsi serta
harapan mesianis dalam budaya Jawa. Brandes juga membahas karya sastra sejarah
jawa yang disebut dengan babad, menurutnya babad tidak bernilai sejarah dan
kurang mendapatkan tempat dalam sejarah Jawa. Babad mengandung unsur-unsur
sejarah (geneologi) nabi-nabi, pemerintahan dewa-dewa dan raja-raja dari kitab
Mahabrata di Jawa serta mitologi atau legenda Melayu-Polinesia. Apabila akan
mengkaji babad sebagai sumber sejarah, pertama-tama harus diadakan kajian
filologi, jalan terbaik selanjutnya adalah mengeluarkan unsur-unsur yang tidak
bernilai sejarah, namun apabila unsur-unsur tersebut dikeluarkan semua, maka
sebenarnya tidak ada lagi yang tinggal didalamnya.
Brandes
juga mengkaji babad menggunakan kacamata sejarah modern, yaitu sejarah yang
harus berdasarkan fakta. Peristiwa yang diceritakan harus benar-benar terjadi
atau dapat dibuktikan. Dalam kajiannya tentang struktur babad, Brandes
berpendapat bahwa babad merupakan bunga rampai yang tersusun dari cerita-cerita
yang berbeda-beda, bahan cerita yang berbeda-beda itu disusun suatu cerita
sehingga seperti kain yang tambal sulam, sebagai contoh Brandes menguraikan
tentang berdirinya kerajaan Majapahit. Pada suatu sumber diceritakan bahwa
pendiri kerjaaan Majapahit berasal dari kerajaan Padjajaran, sedangkan sumber
lain menyebutkan bahwa pendiri kerajaan Majapahit berasal dari raja-raja
Tumapel, dengan demikian terdapat dua sumber tradisi cerita, yaitu barat
(sunda) dan tradisi timur. Analisis yang digunakan Brandes tersebut didasarkan
pada ilmu pengetahuan yang baru saja diterimanya di bangku Universitas tentang
sejarah.
Pendapat
Brandes tentang babad mengalami perubahan sesudah dia mulai belajar tentang
jalan pikiran dan kebudayaan Jawa selama delapan tahun. Ketika mengkaji kitab
Pararaton, Bandes mula-mula membayangkan semua karya sejarah Jawa hancur akibat
peperangan terus menerus antara kekuatan Hindu dan Islam. Selama masa
peperangan itu semua kegiatan penulisan sastra dan sejarah berhenti. Setalah
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, kegiatan kebudayaan yang bercorak hindu
berhenti. Kemudian timbul tradisi lisan mengenai sejarah masyarakat Jawa. Selanjutnya
muncul tradisi tulisan yang mengabadikan tradisi lisan dan unsur-unsur yang
datang dari luar. Akhirnya tradisi tulisan dan lisan berkembang secara
bersama-sama dan saling mempengaruhi. Dari segi isi terjadi penambahan dan
pengurangan yang disesuaikan dengan situasi dan pribadi penceritanya. Akhirnya
terbit Babad Tanag Jawi, menurutnya Babad Tanah Jawi adalah babad
yang disahkan pada abad ke-17, dan sejak itu semua babad yang lebih tua tidak
ditemukan lagi. Berdasarkan analisisnya itu, Brandes berpendapat bahwa mengkaji
babad tidak bisa hanya dilihat dari sudut sejarah semata-mata. Babad harus juga
dilihat dari sudut sastra atau budaya secara umum. Dalam mengkaji babad harus
dipahami dan dipertimbangkan masalah sastra dan kebudayaan Jawa secara keseluruhan.
2.
Mamfaat Hasil Penelitian Filologi kepada Sejarah
Penelitian dalam filologi yang telah
dilakukan oleh para akademisi/ para filolog memiliki kontribusi untuk
pengembangan studi sejarah, dibuktikan dengan berbagai hasil penelitian tidak
berbeda jauh dengan informasi sejarah yang tertuang dalam buku-buku sejarah
lokal seperti penelitian filologi mengenai babad Padjajaran dalam bentuk tesis
yang dilakukan oleh Amidjaja pada tahun 1996 dengan judul penelitian Babad
Padjajaran Sebuah Kajian Filologis dan didukung oleh informasi sejarah yang
ada dalam buku sejarah lokal karangan Soedjipto Abimayu yang berjudul Babad
Tanah Jawi, Selajutnya ada penelitian yang dilakukan oleh Hazmirullah pada
tahun 2016 dan didukung oleh informasi sejarah lokal seperti dalam buku
terbitan Perpustakaan Nasional yang berjudul Geger Sepehi: Catatapan
Pangeran Mangkudiningrat (2017). Hasil penelitian filologi dapat
menginformasikan fakta dan interpretasi sejarah. Hasil kajian Filologi akan
sangat kuat argumentasinya karena datanya berupa teks dan naskah yang dikaji
dari berbagai sisi pernaskahan serta edisi dan kritik teks.[5]
Dari hasil penelitian filologi tersebut
bisa dimamfaatkan sebagai sumber sejarah, penelitian filologi berakhir pada
suntingan teks yang dianggap mendekati naskah aslinya, juga telah di
transliterasi atau telah dialih bahasa dan alih aksarakan. Naskah yang belum
dilakukan penelitian filologi tidak bisa dimamfaatkan untuk pengembangan studi
apapun termasuk pada studi sejarah. Maka jelas dari paparan ini hasil penelitian
filologi pada berbagai naskah yang memuat peristiwa dimasa lalu bisa dijadikan
dan dimamfaatkan untuk pengembangan studi sejarah.
E.
Simpulan
Pemikiran
Husein Djajadiningrat mengenai hubungan antara filologi dengan sejarah
berfungsi membantu mengungkap sejarah itu sendiri, terdapat unsur simbolisme
dalam memahami sejarah Nusantara khususnya, naskah karya sastra sejarah yang
ditulis mendekati peristiwa yang terjadi berarti semakin dapat dipercaya dan dalam
menggunakan naskah karya sastra sejarah sebagai sumber sejarah dapat dilakukan
dengan membandingkan atau membuktikan dengan sumber-sumber lain yang sejaman.
Sedangkan menurut J. L. A Brandes apabila akan mengkaji babad atau naskah
sebagai sumber sejarah, pertama-tama harus diadakan kajian atau penelitian
filologi. Brandes berpendapat bahwa babad merupakan bunga rampai yang tersusun
dari cerita-cerita yang berbeda-beda, bahan cerita yang berbeda-beda itu
disusun suatu cerita sehingga seperti kain yang tambal sulam. Dia juga
berpendapat bahwa mengkaji babad tidak bisa hanya dilihat dari sudut sejarah
semata-mata, babad harus juga dilihat dari sudut sastra atau budaya secara
umum.
Hasil dari penelitian filologi dapat
menginformasikan fakta dan interpretasi sejarah. Hasil kajian Filologi akan sangat
kuat argumentasinya karena datanya berupa teks dan naskah yang dikaji dari
berbagai sisi pernaskahan serta edisi dan kritik teks. Dari hasil penelitian
filologi juga bisa dimamfaatkan sebagai sumber sejarah dan bisa dijadikan dan
dimamfaatkan untuk pengembangan studi sejarah.
Daftar Pustaka
Fitriani, Reli, dkk. “Kontribusi Penelitian Filologi untuk Pengembangan Studi Sejarah”, Bandung: Pascasarjana UNPAD, Jurnal Penelitian Sastra, Vol 11, No 2. (2018)
Kuntowijoyo, “Pengantar Ilmu Sejarah, Bandung”, PT Bentang Pustaka. (2004).
Maharsi, dkk. Diskusi Ilmiah Dosen Tetap UIN Sunan Kalijaga, “Filologi dan Sejarah”, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.” (2012)
Supriadi, Dedi. "Aplikasi Metode Penelitian Filologi Terhadap
Pusaka Pesantren." (2011).
[1] Dedi
Supriadi, Aplikasi Metode Penelitian Filologi Terhadap Pustaka Pesantren, (Bandung:
Pustaka Rahmat, 2011), hlm 3.
[2] Dedi
Supriadi, Aplikasi Metode Penelitian Filologi Terhadap Pustaka Pesantren, (Bandung:
Pustaka Rahmat, 2011), hlm 4.
[3] Kuntowijoyo,
Pengantar Ilmu Sejarah, (Bandung: PT Bentang Pustaka, 2004), hlm 1.
[4]
Maharsi, dkk, Diskusi Ilmiah Dosen Tetap UIN Sunan Kalijaga, Filologi
dan Sejarah, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012), hlm 3-4.
[5] Reli
Fitriani, dkk, Kontribusi Penelitian Filologi untuk Pengembangan Studi
Sejarah, (Bandung: Pascasarjana UNPAD, 2018), Jurnal Penelitian Sastra, Vol
11, No 2.